Minggu, 06 Maret 2011

PENGELOLAAN KELAS

PENGELOLAAN KELAS

Oleh: jamal siap

Pengelolaan Kelas

Sekolah sebagai organisasi kerja terdiri dari beberapa kelas, baik yang bersifat paralel maupun yang menunjukkan penjenjangan. Setiap kelas merupakan untuk kerja yang berdiri sendiri dan berkedudukan sebagai sub sistem yang menjadi bagian dari sebuah sekolah sebagai total sistem. Pengembangan sekolah sebagai total sistem atau satu kesatuan organisasi, sangat tergantung pada penyelenggaraan dan pengelolaan kelas. Baik di lingkungan kelas masing-masing sebagai unit kerja yang berdiri sendiri maupun dalam hubungan kerja antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
Oleh karena itu setiap guru kelas atau wali kelas sebagai pimpinan menengah (middle manager) atau administrator kelas, menempati posisi dan peran yang penting, karena memikul tanggung jawab mengembangkan dan memajukan kelas masing-masing yang berpengaruh pada perkembangan dan kemajuan sekolah secara keseluruhan, setiap murid dan guru yang menjadi komponen penggerak aktivitas kelas, harus didayagunakan secara maksimal agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang dinamis di agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang dinamis di dalam organisasi sekolah.
Dari uraian di atas jelas bahwa program kelas akan berkembangan bilamana guru/wali kelas mendayagunakan secara maksimal potensi kelas yang terdiri dari tiga unsur yakni: guru, murid dan proses atau dinamika kelas.
1. Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses mengajar belajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokan pada batas umur kronologis masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan mengajar belajar yang keratif untuk mencapai suatu tujuan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perwujudan management kelas dalam pengertian kelas adalah:
a. Kurikulum
b. Bangunan dan Sarana
c. Guru
d. Murid
e. Dinamika Kelas
f. Lingkungan Sekitar
Keenam faktor tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau saling mempengaruhi, walaupun untuk kepentingan uraian secara teoritis akan diketengahkan satu persatu di bawah ini.
A. Kurikulum
Sebuah kelas tidak boleh sekedar diartikan sebagai tempat siswa berkumpul untuk mempelajari sejumlah ilmu pengetahuan. Demikian juga sebuah sekolah bukanlah sekedar sebuah gedung tempat murid mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Sekolah dan kelas diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendidik anak-anak, yang tidak hanya harus didewasakan dari aspek intelektualnya saja, akan tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya. Untuk itu bagi setiap tingkat dan jenis sekolah diperlukan kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakan di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas kelas dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang berdaya guna bagi pembentukan pribadi siswa. Dengan kata lain aktivitas sebuah kelas sangat dipengaruhi oleh kurikulum yang dipergunakan di sekolah. Suatu kelas akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat apabila kurikulum yang dipergunakan di sekolah dirancangkan sesuai dengan dinamika masyarakat.
Sekolah yang kurikulumnya dirancangkan secara tradisional akan mengakibatkan aktivitas kelas berlangsung secara statis. Kurikulum tradisional diartikan sebga sejumlah materi pengetahuan dan kebudayaan hasil masa lalu yang harus dikuasai murid untuk mencapai suatu tingkat tertentu, yang dinyatakan dengan ketentuan kenaikan kelas atau pemberian ijazah kepada murid tersebut. Di dalam kurikulum seperti itu mata pelajaran diberikan secara terpisah-pisah (subject certerd curriculum0 yang pada umumnya bersifat intelektualistis.
Sekolah yang diselenggarkan dengan kurikulum modern pada dasarnya akan mampu menyelenggarakan kegiatan kelas yang bersifat dinamis. Kurikulum modern diartikan sebagai semua kegiatan yang berpengaruh pada pembentukan pribadi murid, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas/sekolah, termasuk di dalamnya lingkungan sekitar yang bersifat non edukatif seperti warung sekolah, pesuruh, kondisi bangunan dan sarana sekolah lainnya, masjid/Gereja d an lain-lain.
Kedua kurikulum tersebut di atas kurang serasi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki pandangan hidup Pancasila. Di satu pihak kurikulum tradisional yang berpusat pada guru akan diwarnai dengan sikap otoriter yang mematikan inisiatif dan kreativitas murid. Kurikulum itu tidak akan mampu memenuhi tuntutan pembentukan pribadi berdasarkan minat, bakat, kemampuan dan sifat-sifat kepribadian yang berbeda-beda. Antara murid yang satu dengan murid yang lain dalam satu kelas. Segala sesuatu yang menyangkut isi kurikulum untuk dilaksanakan di kelas sudah diatur dan ditetapkan oleh pihak instansi atasan, yang bahkan menutup kemungkinan guru mengembangkan kegiatan berdasarkan inisiatif dan krativitasnya sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar. Dipihak lain kurikulum modern yang menekankan pada perkembangan individu secara maksimal, akan mencerminkan kebebasan atas dasar demokrasi liberal sehingga tidak memungkinkan diselenggarakannya secara efektif kegiatan belajar secara klasikal untuk pengembangan pribadi sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan Yang maha Esa.
Oleh karena itu diperlukan usaha mengintegrasikan kedua kurikulum tersebut dalam kehidupan lembaga pendidikan formal di Indonesia agar serasi dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat. Kurikulum harus dirancang sebagai sejumlah pengalaman edukatif yang menjadi tanggungjawab sekolah dalam membantu anak-anak mencapai tujuan pendidikannya, yang diselenggarakan secara berencana, sistematik dan terarah serta terorganisir. Sekolah yang dirancang dengan kurikulum seperti itu, memungkinkan kegiatan kelas tidak sekedar dipusatkan pada penyampaian sejumlah materi pelajaran/pengetahuan yang bersifat intellectualistic, akan tetapi juga memperhatikan aspek pembentukan pribadi, baik sebagai makhluk individual dan makhluk sosial maupun sebagai makhluk bermoral.
Dengan kurikulum seperti disebutkan terakhir berarti isi pendidikan di dalam kegiatan kelas untuk setiap jenjang/tingkat sekolah harus dirancangkan sebagai berikut:
1. Tingkat Taman Kanak-Kanak
Kurikulum pada tingkat ini harus dirancang untuk memungkinkan kelas menyelenggarakan kegiatan agar anak-anak belajar bergaul, belajar mempergunakan alat-alat yang sederhana, memperoleh ketrampilan dasar atau tingkat permulaan dan dapat bekerja sama dalam bermain walaupun pada tingkat ini kecenderungan dalam bermain masih bersifat individual.
2. Tingkat Sekolah Dasar
Kurikulum pada tingkat ini pada tahap permulaan atau kelas-kelas rendah harus dirancangkan untuk memungkinkan kelas melanjutkan kegiatan-kegiatan atau program-program di taman kanak-kanak. Selanjutnya sesuai dengan kematangan anak-anak, secara bertahap kurikulum harus dengan kematangan anak-anak, secara bertahap kurikulum harus dikembangkan juga untuk mempelajari fakta-fakta pengetahuan yang sederhana, pengembangan kebiasaan berpikir secara kreatif dan pembentukan watak berdasarkan sistem nilai-nilai tertentu. Untuk itu dapat dilaksanakan berbagai kegiatan kelas baik yang dilakukan secara individual maupun secara bersama-sama.
3. Sekolah Lanjutan/menengah
Kurikulum pada tingkat ini harus dirancangkan untuk memungkinkan diselenggarakannya kegiatan kelas dalam memenuhi kebutuhan melakukan eksplorasi dan eksperimentasi guna memberikan pengalaman intelektual dan sosial yang terpadu dalam rangka realisasi diri.
4. Tingkat Perguruan Tinggi
Kurikulum pada tingkat ini dirancangkan untuk memungkinkan kelas menyelenggarakan kegiatan membantu perkembangan individual secara maksimal dalam rangka menguasai keahlian profesional tertentu.
B. Bangunan dan Sarana
Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk sebuah sekolah berkenaan dengan jumlah dan luas setiap ruangan, letak dan dekorasi nya yang harus disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Akan tetapi karena kurikulum selalu dapat berubah sedangkan ruang/gedung bersifat permanen, maka diperlukan kreativitas dalam mengatur pendayagunaan ruang/gedung yang tersedia berdasarkan kurikulum yang dipergunakan.
Sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional pengaturan ruangan bersifat sederhana karena kegiatan belajar mengajar diselenggarakan di kelas yang tatap untuk sejumlah murid yang sama tingkatannya.
Bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern, ruangan kelas diatur menurut jenis kegiatan berdasarkan program-program yang telah dikelompokkan secara integrated. Di samping ruangan disusun berdasarkan bidang studi yang bersifat integrated itu disediakan juga ruangan untuk kegiatan bersama berupa ruang kelas untuk mendengarkan ceramah dan ruangan lain seperti perpustakaan, ruang olahraga dan lain-lain.
Bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum gabungan pada umumnya ruangan kelas masih diatur menurut keperluan kelompok murid sebagai satu kesatuan menurut jenjang dan pengelompokan kelas secara permanen. Ruang khusus biasanya disediakan secara terbatas berupa laboratorium, perpustakaan, sebuah aula untuk kegiatan olah raga, kesenian dan kegiatan ekstra kelas lainnya.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional dan kurikulum gabungan (tradisional dan modern), jumlah kelas sangat dipengaruhi oleh perencanaan penerimaan murid atau jumlah murid yang dimiliki. Oleh karena itu dalam rencana pembangunan gedung atau penambahan ruang kelas, diperlukan catatan kependudukan yang teliti dengan memperkirakan juga berapa jumlah yang telah terserap oleh sekolah lain dalam suatu wilayah tertentu.
Untuk mendirikan sebuah sekolah diperlukan perencanaan yang fisibel (layak) sebagai hasil penelitian atau survey yang teliti terutama untuk memperoleh lokasi yang tepat. Penelitian itu selain mengenai aspek kependudukan harus dilakukan juga terhadap situasi lingkungan, kondisi tanah, pendapat masyarakat, kemungkinan berkomunikasi dengan sumber-sumber kependidikan di lingkungan sekitar yang sesuai dengan kurikulum/program yang akan dilaksanakan dan lain-lain.
Setelah sebuah gedung sekolah berdiri diperlukan sarana belajar mengajar yang dapat menunjang efisiensi perwujudan kurikulum/program sekolah atau kelas perlengkapan minimal bagi sebuah sekolah yang mempergunakan salah satu bentuk kurikulum tersebut di atas adalah meja dan kuris murid. Meja dan kuris guru, papan tulis dan kapur tulis. Selanjutnya bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional dan kurikulum gabungan (tradisional dan modern) sekurang-kurangnya diperlukan sejumlah alat peraga sedang bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern diperlukan saran yang lebih banyak lagi sesuai dengan jenis program yang menjadi tanggung jawabnya.

C. Guru
Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid-murid suatu kelas . secara etimologi atau dalam arti sempit guru yang berkewajiban mewujudkan suatu program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kls. Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kels untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kratif dalam mengarahkan perkembangan akan didik nya. Untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan pekerjaan sehari-hari di sekolah maupun di kelas. Pengetahuan dan pemahamannya tentang kompetensi guru akan mendasari pola kegiatannya dalam menunaikan profesi sebagai guru. Kompetensi guru yang dimaksud antara lain mengenai kompetensi-komptensi pribadi, kompetensi profesi dan kompetensi kemasyarakatan. Kompetensi itu berkenaan dengan kemampuan dasar teknis edukatif dan administratif sebagai berikut:
1. Penguasaan bahan
2. Pengelolaan program belajar mengajar
3. mengelola kelas
4. Penggunaan media/sumber
5. Mampu mengelola dan mempergunakan intraksi belajar mengajar
6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian prestasi belajar siswa secara obyektif.
7. Memahami fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Setiap guru sebagai petugas profesional ikut bertanggung jawab pada tercapainya tujuan pendidikan secara efektif. Oleh karena itu guru harus ikut dalam menentukan kebijakan kependidikan di kelas/sekolah.
Guru yang memahami kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik profesional, selalu terdorong untuk tumbuh dan berkembang sebagai perwujudan perasaan dan sikap tidak puas terhadap pendidik persiapan yang telah diterimanya. Dan sebagai pernyataan dari kesadarannya terhadap perkembangan dan kemajuan bidang tugasnya yang harus diikuti, sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

D. Murid
Murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khusus nya berupa sekolah.
Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas.
Kelas merupakan unit tersendiri yang pengelolaannya secara maksimal harus dilakukan dengan mengikutsertakan murid. Pengelolaan kelas yang berhasil akan menumbuhkan kebanggaan kelas sehingga meningkatkan rasa solidaritas dan keinginan untuk ikut berpartisipasi di kalangan murid di kelas tersebut.

E. Dinamika Kelas
Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang harus dipergunakan oleh setiap wali/guru kelas untuk kepentingan murid dalam kependidikannya. Dinamika kelas pada dasarnya berarti kondisi kelas. Yang meliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang dikembangkan melalui kreatifitas dan inisiatif murid sebagai suatu kelompok.
Dinamika kelas dipengaruhi oleh cara wali/guru kelas menerapkan administrasi pendidikan dan kepemimpinan pendidikan serta dalam mempergunakan pendekatan pengelolaan kelas, penerapan kegiatan itu antara lain sebagai berikut.
1. Kegiatan administratif management
Pengelolaan kelas memerlukan tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, komunikasi dan kontrol sebagai langkah-langkah kegiatan management admnistratif.
2. Kegiatan Operatif management kelas
Kegiatan management administratif kelas harus ditunjang dengan kegiatan management operatif agar seluruh program kelas berlangsung efektif bagi pencapaian tujuan. Kegiatan management operatif kelas meliputi
a. Tata usaha kelas
b. Kegiatan Pembekalan kelas
c. Kegiatan keuangan kelas
d. Kegiatan pembinaan personal atau kepegawaian dikelas.
e. Humas dilingkungannya kelas
3. Kepemimpinan wali/guru kelas
Dinamika kelas dipengaruhi secara langsung oleh kepemimpinan wali atau guru kelas, untuk itu kepemimpinan diartikan sebagai proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi, atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.
Tiga bentuk kepemimpinan mungkin diwujudkan wali/guru kelas dalam usaha menggerakkan personal di lingkungan kelas masing-masing adalah:
a. Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat otoriter
b. Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat laissez faire.
c. Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat demokratif

4. Disiplin kelas
Disiplin kelas merupakan bagian yang penting dalam dinamika kelas, disiplin kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seorang atau sekelompok orang dapat dihindari.
Disiplin kelas dapat diartikan juga sebagai suasana tertib dan terpaut akan tetapi penuh dinamika dalam melaksanakan program kelas terutama dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
5. Beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas
Seorang wali atau guru kelas harus mampu menetapkan pilihan yang tepat dalam melakukan pendekatan untuk mewujudkan pengelolaan kelas yang efektif. Untuk memperjelas masalah pendekatan yang akan dipergunakan itu, di bawah ini akan diketengahkan beberapa alternatif yang dapat dipilih diantaranya:
a. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behaviorisme)
b. Pendekatan berdasarkan suasana emosi dan hubungan sosial (sosio emosional climate approach)
c. Pendekatan berdasarkan proses kelompok (group process approach)
d. Pendekatan electis (electic approach)

Ditulis dalam Makalah ilmu Pendidikan, Makalah Pengelolaan Kelas, makalah Manajemen Pendidikan. 7 Komentar »


Pengelolaan Kelas

Pengelolaan Kelas

Sekolah sebagai organisasi kerja terdiri dari beberapa kelas, baik yang bersifat paralel maupun yang menunjukkan penjenjangan. Setiap kelas merupakan untuk kerja yang berdiri sendiri dan berkedudukan sebagai sub sistem yang menjadi bagian dari sebuah sekolah sebagai total sistem. Pengembangan sekolah sebagai total sistem atau satu kesatuan organisasi, sangat tergantung pada penyelenggaraan dan pengelolaan kelas. Baik di lingkungan kelas masing-masing sebagai unit kerja yang berdiri sendiri maupun dalam hubungan kerja antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
Oleh karena itu setiap guru kelas atau wali kelas sebagai pimpinan menengah (middle manager) atau administrator kelas, menempati posisi dan peran yang penting, karena memikul tanggung jawab mengembangkan dan memajukan kelas masing-masing yang berpengaruh pada perkembangan dan kemajuan sekolah secara keseluruhan, setiap murid dan guru yang menjadi komponen penggerak aktivitas kelas, harus didayagunakan secara maksimal agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang dinamis di agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang dinamis di dalam organisasi sekolah.
Dari uraian di atas jelas bahwa program kelas akan berkembangan bilamana guru/wali kelas mendayagunakan secara maksimal potensi kelas yang terdiri dari tiga unsur yakni: guru, murid dan proses atau dinamika kelas.
1. Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses mengajar belajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokan pada batas umur kronologis masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan mengajar belajar yang keratif untuk mencapai suatu tujuan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perwujudan management kelas dalam pengertian kelas adalah:
a. Kurikulum
b. Bangunan dan Sarana
c. Guru
d. Murid
e. Dinamika Kelas
f. Lingkungan Sekitar
Keenam faktor tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau saling mempengaruhi, walaupun untuk kepentingan uraian secara teoritis akan diketengahkan satu persatu di bawah ini.
A. Kurikulum
Sebuah kelas tidak boleh sekedar diartikan sebagai tempat siswa berkumpul untuk mempelajari sejumlah ilmu pengetahuan. Demikian juga sebuah sekolah bukanlah sekedar sebuah gedung tempat murid mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Sekolah dan kelas diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendidik anak-anak, yang tidak hanya harus didewasakan dari aspek intelektualnya saja, akan tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya. Untuk itu bagi setiap tingkat dan jenis sekolah diperlukan kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakan di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas kelas dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang berdaya guna bagi pembentukan pribadi siswa. Dengan kata lain aktivitas sebuah kelas sangat dipengaruhi oleh kurikulum yang dipergunakan di sekolah. Suatu kelas akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat apabila kurikulum yang dipergunakan di sekolah dirancangkan sesuai dengan dinamika masyarakat.
Sekolah yang kurikulumnya dirancangkan secara tradisional akan mengakibatkan aktivitas kelas berlangsung secara statis. Kurikulum tradisional diartikan sebga sejumlah materi pengetahuan dan kebudayaan hasil masa lalu yang harus dikuasai murid untuk mencapai suatu tingkat tertentu, yang dinyatakan dengan ketentuan kenaikan kelas atau pemberian ijazah kepada murid tersebut. Di dalam kurikulum seperti itu mata pelajaran diberikan secara terpisah-pisah (subject certerd curriculum0 yang pada umumnya bersifat intelektualistis.
Sekolah yang diselenggarkan dengan kurikulum modern pada dasarnya akan mampu menyelenggarakan kegiatan kelas yang bersifat dinamis. Kurikulum modern diartikan sebagai semua kegiatan yang berpengaruh pada pembentukan pribadi murid, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas/sekolah, termasuk di dalamnya lingkungan sekitar yang bersifat non edukatif seperti warung sekolah, pesuruh, kondisi bangunan dan sarana sekolah lainnya, masjid/Gereja d an lain-lain.
Kedua kurikulum tersebut di atas kurang serasi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki pandangan hidup Pancasila. Di satu pihak kurikulum tradisional yang berpusat pada guru akan diwarnai dengan sikap otoriter yang mematikan inisiatif dan kreativitas murid. Kurikulum itu tidak akan mampu memenuhi tuntutan pembentukan pribadi berdasarkan minat, bakat, kemampuan dan sifat-sifat kepribadian yang berbeda-beda. Antara murid yang satu dengan murid yang lain dalam satu kelas. Segala sesuatu yang menyangkut isi kurikulum untuk dilaksanakan di kelas sudah diatur dan ditetapkan oleh pihak instansi atasan, yang bahkan menutup kemungkinan guru mengembangkan kegiatan berdasarkan inisiatif dan krativitasnya sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar. Dipihak lain kurikulum modern yang menekankan pada perkembangan individu secara maksimal, akan mencerminkan kebebasan atas dasar demokrasi liberal sehingga tidak memungkinkan diselenggarakannya secara efektif kegiatan belajar secara klasikal untuk pengembangan pribadi sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan Yang maha Esa.
Oleh karena itu diperlukan usaha mengintegrasikan kedua kurikulum tersebut dalam kehidupan lembaga pendidikan formal di Indonesia agar serasi dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat. Kurikulum harus dirancang sebagai sejumlah pengalaman edukatif yang menjadi tanggungjawab sekolah dalam membantu anak-anak mencapai tujuan pendidikannya, yang diselenggarakan secara berencana, sistematik dan terarah serta terorganisir. Sekolah yang dirancang dengan kurikulum seperti itu, memungkinkan kegiatan kelas tidak sekedar dipusatkan pada penyampaian sejumlah materi pelajaran/pengetahuan yang bersifat intellectualistic, akan tetapi juga memperhatikan aspek pembentukan pribadi, baik sebagai makhluk individual dan makhluk sosial maupun sebagai makhluk bermoral.
Dengan kurikulum seperti disebutkan terakhir berarti isi pendidikan di dalam kegiatan kelas untuk setiap jenjang/tingkat sekolah harus dirancangkan sebagai berikut:
1. Tingkat Taman Kanak-Kanak
Kurikulum pada tingkat ini harus dirancang untuk memungkinkan kelas menyelenggarakan kegiatan agar anak-anak belajar bergaul, belajar mempergunakan alat-alat yang sederhana, memperoleh ketrampilan dasar atau tingkat permulaan dan dapat bekerja sama dalam bermain walaupun pada tingkat ini kecenderungan dalam bermain masih bersifat individual.
2. Tingkat Sekolah Dasar
Kurikulum pada tingkat ini pada tahap permulaan atau kelas-kelas rendah harus dirancangkan untuk memungkinkan kelas melanjutkan kegiatan-kegiatan atau program-program di taman kanak-kanak. Selanjutnya sesuai dengan kematangan anak-anak, secara bertahap kurikulum harus dengan kematangan anak-anak, secara bertahap kurikulum harus dikembangkan juga untuk mempelajari fakta-fakta pengetahuan yang sederhana, pengembangan kebiasaan berpikir secara kreatif dan pembentukan watak berdasarkan sistem nilai-nilai tertentu. Untuk itu dapat dilaksanakan berbagai kegiatan kelas baik yang dilakukan secara individual maupun secara bersama-sama.
3. Sekolah Lanjutan/menengah
Kurikulum pada tingkat ini harus dirancangkan untuk memungkinkan diselenggarakannya kegiatan kelas dalam memenuhi kebutuhan melakukan eksplorasi dan eksperimentasi guna memberikan pengalaman intelektual dan sosial yang terpadu dalam rangka realisasi diri.
4. Tingkat Perguruan Tinggi
Kurikulum pada tingkat ini dirancangkan untuk memungkinkan kelas menyelenggarakan kegiatan membantu perkembangan individual secara maksimal dalam rangka menguasai keahlian profesional tertentu.
B. Bangunan dan Sarana
Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk sebuah sekolah berkenaan dengan jumlah dan luas setiap ruangan, letak dan dekorasi nya yang harus disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Akan tetapi karena kurikulum selalu dapat berubah sedangkan ruang/gedung bersifat permanen, maka diperlukan kreativitas dalam mengatur pendayagunaan ruang/gedung yang tersedia berdasarkan kurikulum yang dipergunakan.
Sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional pengaturan ruangan bersifat sederhana karena kegiatan belajar mengajar diselenggarakan di kelas yang tatap untuk sejumlah murid yang sama tingkatannya.
Bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern, ruangan kelas diatur menurut jenis kegiatan berdasarkan program-program yang telah dikelompokkan secara integrated. Di samping ruangan disusun berdasarkan bidang studi yang bersifat integrated itu disediakan juga ruangan untuk kegiatan bersama berupa ruang kelas untuk mendengarkan ceramah dan ruangan lain seperti perpustakaan, ruang olahraga dan lain-lain.
Bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum gabungan pada umumnya ruangan kelas masih diatur menurut keperluan kelompok murid sebagai satu kesatuan menurut jenjang dan pengelompokan kelas secara permanen. Ruang khusus biasanya disediakan secara terbatas berupa laboratorium, perpustakaan, sebuah aula untuk kegiatan olah raga, kesenian dan kegiatan ekstra kelas lainnya.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional dan kurikulum gabungan (tradisional dan modern), jumlah kelas sangat dipengaruhi oleh perencanaan penerimaan murid atau jumlah murid yang dimiliki. Oleh karena itu dalam rencana pembangunan gedung atau penambahan ruang kelas, diperlukan catatan kependudukan yang teliti dengan memperkirakan juga berapa jumlah yang telah terserap oleh sekolah lain dalam suatu wilayah tertentu.
Untuk mendirikan sebuah sekolah diperlukan perencanaan yang fisibel (layak) sebagai hasil penelitian atau survey yang teliti terutama untuk memperoleh lokasi yang tepat. Penelitian itu selain mengenai aspek kependudukan harus dilakukan juga terhadap situasi lingkungan, kondisi tanah, pendapat masyarakat, kemungkinan berkomunikasi dengan sumber-sumber kependidikan di lingkungan sekitar yang sesuai dengan kurikulum/program yang akan dilaksanakan dan lain-lain.
Setelah sebuah gedung sekolah berdiri diperlukan sarana belajar mengajar yang dapat menunjang efisiensi perwujudan kurikulum/program sekolah atau kelas perlengkapan minimal bagi sebuah sekolah yang mempergunakan salah satu bentuk kurikulum tersebut di atas adalah meja dan kuris murid. Meja dan kuris guru, papan tulis dan kapur tulis. Selanjutnya bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional dan kurikulum gabungan (tradisional dan modern) sekurang-kurangnya diperlukan sejumlah alat peraga sedang bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern diperlukan saran yang lebih banyak lagi sesuai dengan jenis program yang menjadi tanggung jawabnya.

C. Guru
Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid-murid suatu kelas . secara etimologi atau dalam arti sempit guru yang berkewajiban mewujudkan suatu program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kls. Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kels untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kratif dalam mengarahkan perkembangan akan didik nya. Untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan pekerjaan sehari-hari di sekolah maupun di kelas. Pengetahuan dan pemahamannya tentang kompetensi guru akan mendasari pola kegiatannya dalam menunaikan profesi sebagai guru. Kompetensi guru yang dimaksud antara lain mengenai kompetensi-komptensi pribadi, kompetensi profesi dan kompetensi kemasyarakatan. Kompetensi itu berkenaan dengan kemampuan dasar teknis edukatif dan administratif sebagai berikut:
1. Penguasaan bahan
2. Pengelolaan program belajar mengajar
3. mengelola kelas
4. Penggunaan media/sumber
5. Mampu mengelola dan mempergunakan intraksi belajar mengajar
6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian prestasi belajar siswa secara obyektif.
7. Memahami fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Setiap guru sebagai petugas profesional ikut bertanggung jawab pada tercapainya tujuan pendidikan secara efektif. Oleh karena itu guru harus ikut dalam menentukan kebijakan kependidikan di kelas/sekolah.
Guru yang memahami kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik profesional, selalu terdorong untuk tumbuh dan berkembang sebagai perwujudan perasaan dan sikap tidak puas terhadap pendidik persiapan yang telah diterimanya. Dan sebagai pernyataan dari kesadarannya terhadap perkembangan dan kemajuan bidang tugasnya yang harus diikuti, sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

D. Murid
Murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khusus nya berupa sekolah.
Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas.
Kelas merupakan unit tersendiri yang pengelolaannya secara maksimal harus dilakukan dengan mengikutsertakan murid. Pengelolaan kelas yang berhasil akan menumbuhkan kebanggaan kelas sehingga meningkatkan rasa solidaritas dan keinginan untuk ikut berpartisipasi di kalangan murid di kelas tersebut.

E. Dinamika Kelas
Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang harus dipergunakan oleh setiap wali/guru kelas untuk kepentingan murid dalam kependidikannya. Dinamika kelas pada dasarnya berarti kondisi kelas. Yang meliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang dikembangkan melalui kreatifitas dan inisiatif murid sebagai suatu kelompok.
Dinamika kelas dipengaruhi oleh cara wali/guru kelas menerapkan administrasi pendidikan dan kepemimpinan pendidikan serta dalam mempergunakan pendekatan pengelolaan kelas, penerapan kegiatan itu antara lain sebagai berikut.
1. Kegiatan administratif management
Pengelolaan kelas memerlukan tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, komunikasi dan kontrol sebagai langkah-langkah kegiatan management admnistratif.
2. Kegiatan Operatif management kelas
Kegiatan management administratif kelas harus ditunjang dengan kegiatan management operatif agar seluruh program kelas berlangsung efektif bagi pencapaian tujuan. Kegiatan management operatif kelas meliputi
a. Tata usaha kelas
b. Kegiatan Pembekalan kelas
c. Kegiatan keuangan kelas
d. Kegiatan pembinaan personal atau kepegawaian dikelas.
e. Humas dilingkungannya kelas
3. Kepemimpinan wali/guru kelas
Dinamika kelas dipengaruhi secara langsung oleh kepemimpinan wali atau guru kelas, untuk itu kepemimpinan diartikan sebagai proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi, atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.
Tiga bentuk kepemimpinan mungkin diwujudkan wali/guru kelas dalam usaha menggerakkan personal di lingkungan kelas masing-masing adalah:
a. Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat otoriter
b. Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat laissez faire.
c. Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat demokratif

4. Disiplin kelas
Disiplin kelas merupakan bagian yang penting dalam dinamika kelas, disiplin kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seorang atau sekelompok orang dapat dihindari.
Disiplin kelas dapat diartikan juga sebagai suasana tertib dan terpaut akan tetapi penuh dinamika dalam melaksanakan program kelas terutama dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
5. Beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas
Seorang wali atau guru kelas harus mampu menetapkan pilihan yang tepat dalam melakukan pendekatan untuk mewujudkan pengelolaan kelas yang efektif. Untuk memperjelas masalah pendekatan yang akan dipergunakan itu, di bawah ini akan diketengahkan beberapa alternatif yang dapat dipilih diantaranya:
a. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behaviorisme)
b. Pendekatan berdasarkan suasana emosi dan hubungan sosial (sosio emosional climate approach)
c. Pendekatan berdasarkan proses kelompok (group process approach)
d. Pendekatan electis (electic approach)

Ditulis dalam Makalah ilmu Pendidikan, Makalah Pengelolaan Kelas, makalah Manajemen Pendidikan. 7 Komentar »


STRATEGI PENGELOLAAN KELAS DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Sabtu, 26 Juni 2010 Label: Inovasi Pendidik

Pengelolaan kelas dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah ling¬kungan belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar apapun yang di¬tempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru perlu menata dan mengelola lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan menstimulasi setiap anak agar terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran.

Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.

Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut; (1) penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif (2) penataan ruang belajar sebagai sentra belajar (3) penciptaan atmosfir belajar yang kondusif, (4) penetapan strategi pembelajaran dan (5) pemanfaatan media dan sumber belajar, dan (6) penilaian hasil belajar.


Untuk lebih jelasnya ke enam cara tersebut di atas akan dijelaskan dalam uraian berikut.
A.Lingkungan Fisik Kelas

Lingkungan fisik di kelas meliputi pengaturan ruang belajar yang didesain sedemikian rupa sehingga tercipta kondisi kelas yang menyenagkan dan dapat menumbuhkan semangat dan keinginan untuk belajar dengan baik seperti: pengaturan meja, kursi, lemari, gambar-gambar afirmasi, pajangan hasil karya siswa yang berprestasi, alat-alat peraga, media pembelajaran dan jika perlu di iringi dengan nuansa musik yang sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan atau nuansa musik yang dapat membangun gairah belajar siswa. Disain ruang kelas yang baik dimaksudkan untuk menanamkan, menumbuhkan, dan memperkuat rasa keberagamaan dan perilaku-perilaku spritual siswa. Dengan ruang kelas yang baik, para siswa dapat berkomunikasi secara bebas, saling menghormati dan menghargai pendapat masing-masing. Di samping itu, dengan ruang kelas yang tertata dengan baik, guru akan leluasa memberikan perhatian yang maksimal terhadap setiap aktivitas siswa.


1.Pengaturan meja-kursi

Susunan meja-kursi hendaknya memungkinkan siswa-siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Meja-kursi juga hendaknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksibel. Beri keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Selain itu juga posisi tempat duduk siswa sebaiknya tidak tetap pada posisi tertentu, akan lebih baik jika posisi tempat duduk siswa di rubah setiap saat agar interaksi diantara siswa dalam kelas lebih terasa dan hal ini akan menumbuhkan sosialisasi diantara mereka serta mengatasi kebosanan siswa dengan posisi tempat duduk yang tetap.

Berikut dikemukakan beberapa bentuk penataan meja-kursi yang dapat dipilih oleh guru guna meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran.


a.Model huruf U

Model susunan meja-kursi model U dapat dipilih untuk berbagai tujuan. Dalam model ini, para siswa memiliki alas untuk menulis dan membaca, dapat melihat guru atau media visual dengan mudah, dan memungkinkan mereka bisa saling berhadapan langsung. Susunan model ini juga memudahkan untuk membagi bahan pelajaran kepada siswa secara cepat, di mana guru dapat masuk ke dalam huruf U dan berjalan ke berbagai arah.

Dalam menyusun meja-kursi model U, sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat duduk dengan yang lainnya sehingga kelompok kecil siswa yang terdiri atas tiga orang atau lebih dapat keluar-masuk dari tempatnya dengan mudah.


b.Model Corak Tim

Pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.


c.Model Meja Konferensi

Model ini cocok jika meja relatif persegi panjang. Susunan ini mengurangi dominasi pengajar dan meningkatkan keterlibatan siswa.


d.Model Lingkaran

Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun dalam bentuk lingkaran sehingga mereka dapat berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung. Model lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup, sehingga guru dapat menyuruh siswa menyusun kursi-kursi mereka secara cepat dalam berbagai susunan kelompok kecil. Jika mereka ingin menulis, mereka dapat menghadap ke meja masing-masing, namun jika mereka berdiskusi, mereka dapat memutar kursi untuk berhadap-hadapan satu sama lain.


e.Model Fishbowl

Susunan ini memungkinkan guru melakukan kegiatan diskusi untuk menyusun permainan peran, berdebat, atau mengobservasi aktivitas kelompok. Susunan yang paling khusus terdiri atas dua konsentrasi lingkaran kursi. Guru juga dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.


f.Model Breakout groupings

Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi di mana kelompok-kelompok kecil siswa dapat melakukan aktivitas belajar yang didasarkan pada tugas tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas utama sehingga hubungan di antara mereka dapat tetap terjaga.


g.Model Workstation

Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, di mana setiap siswa duduk secara berpasangan pada meja tertentu untuk mengerjakan suatu tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laboral, dsb) sesaat setelah dimenostrasikan. Meja diatur sedemikian rupa, sehingga siswa dapat bekerja secara berpasangan sebagai partner belajar. Susunan seperti ini tepat digunakan bila pokok bahasan melibatkan tugas mandiri (seat work) sekaligus tugas kelompok kecil.


Beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut ini dalam menerapkan model ini.

• Pengaturan meja-kursi sebaiknya dapat digerakkan, dipin¬dahkan, dan disusun secara fleksi¬bel.

• Memberikan keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan.

• Susunan meja-kursi yang baik adalah yang memung¬kinkan siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi.


2.Pemajangan gambar dan warna
Pemajangan gambar dan pemilihan warna perlu mempertimbangkan saran-saran berikut.

a.Siswa perlu dilibatkan dalam pengadaan dan penataan pajangan-pajangan yang dibutuhkan dalam kelas. Siswa, misalnya, dapat diminta membuat gambar, poster, motto, puisi, atau petikan ayat, hadis, dan pesan tokoh tertentu, untuk dipilih dan dipajang dalam kelas.

b.Guna menghin¬dari kejenuhan terha¬dap gambar dan isi poster afirmasi yang sama, guru perlu secara priodik mengganti gambar-gambar atau poster-poster tersebut.

c.Guna mengoptimalkan penataan ruang, maka hasil-hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Yang dipajang¬kan dapat berupa hasil kerja perorang¬an, berpa¬sang¬an, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. Di samping itu itu, karya-karya terpilih siswa yang dipajang dapat berfungsi sebagai reward dan praise yang dapat memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.


3.Pemanfaatan musik

Kehadiran suara musik lembut di kelas juga diyakini dapat memperkuat daya tahan dan konsentrasi belajar siswa. Di samping itu, belajar sambil mendengar musik dapat menciptakan suasana menyenangkan dan rasa betah tinggal di kelas. Oleh karena itu, jika dana memungkinkan, di setiap kelas dapat disediakan radio tape untuk memutar dan memperdengarkan musik-musik lembut, khususnya saat siswa mengerjakan tugas-tugas yang menuntut konsentrasi dan daya pikir yang tinggi. Akan lebih baik, jika di kelas telah dipersiapkan dengan sound-system yang baik. Secara umum, semua pilihan musik untuk menopang aktivitas pembelajaran di kelas adalah jenis musik instrumentalia. Hanya pada saat jeda atau untuk maksud memberi efek khusus dapat dipilih musik yang berisi lirik lagu. Dan jika harus meng¬gunakan musik dengan lirik, pilihlah yang me¬ngandung pesan positif.



B.Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar

Sentra belajar merupakan area khusus di ruang kelas untuk menata materi, perlengkapan, peralatan, dan karya siswa yang terkait dengan pokok bahasan, keterampilan atau kegiatan tertentu. Sentra belajar bisa berlokasi di atas meja, rak buku, sudut ruang, atau bahkan di kolong meja. Sentra belajar bisa bersifat permanen atau hanya terkait dengan kegiatan atau bidang pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra pembelajaran matema¬tika, kafe baca, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat fleksibel dan sementara (ditata untuk keperluan tema atau unit tertentu yang dipelajari).

Di samping itu, pelibatan siswa tersebut juga membantu membangun keterampilan “perawatan rumah” yang dipelukan untuk mempertahankan suasana kelas yang aktif dan berorientasi pada siswa. Untuk masud tersebut, guru dapat mendorong siswa untuk memiliki dan mengemukakan beberapa pilihan dalam menyusun aturan dasar bagi kegiatan berbasis-sentra mereka.

Beberapa praktik yang baik dalam menata sentra-sentra belajar (good practice) dikemukakan berikut ini:

•Dalam menata kelas menjadi sentra belajar, sejumlah guru bidang studi melibatkan siswa terutama dalam perencanaan dan pengadaan sumber-sumber belajar yang diperlukan. Pelibatan siswa dalam merancang ruang kelas menjadi sentra-sentra belajar dapat membangun rasa kebanggaan dan kebersamaan di kalangan siswa.

•Sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata pelajaran tertentu.


Penggunaan sistem moving-class seperti itu memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut:

•Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses pembelajaran. Semua elemen dalam kelas menjadi semacam reinforcer (penguat) dan stimulator untuk membangkitkan gairah dan aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.

•Memungkinkan penggunaan sarana, fasilitas, serta berbagai media dan peralatan belajar secara lebih efisien. Media dan peralatan pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada di semua kelas, semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula kebutuhan media dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran lainnya ditata khusus pada kelas-kelas tersendiri.

•Setiap hari, siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar pada tempat dan lingkungan belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak seperi Ini dapat menghindar¬kan siswa dari kejenuhan akibat tata ruang kelas yang monoton.

•Pergerakan-pergerakan yang dialami siswa saat perpindahan kelas memungkinkan terjadinya interkasi yang lebih aktif dan hidup di kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi dan mengembangkan sikap-sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap prososial siswa lainnya.


1.Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa

Biasanya, pengelolaan aktivitas belajar siswa dilakukan dalam be¬ragam bentuk seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perIu diperhitungkan sewaktu melakukan penge¬lolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana. Hal yang sangat penting perIu diperhitungkan adalah keberagaman karakteristik siswa. Guru harus memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu dirancang kegiatan belajar mengajar dengan suasana yang memungkinkan setiap siswa memperoleh peluang sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Berikut ini beberapa contoh perbedaan karakteristik masing-masing siswa.


2.Pengelolaan Waktu

Pembelajaran berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu me¬ru¬pakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa.

Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk ke¬butuhan pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa petunjuk be¬rikut ini.

•Hindari waktu terbuang akibat keterlambatan penyiapan sumber atau media, penundaan memulai awal pembelajaran, atau terlalu banyak meng¬gunakan waktu untuk menyelesaikan tugas administratif. Guru perlu menemukan cara-cara kerja yang efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif yang memang perlu

Isi (by content): Memberikan peluang kepada siswa untuk mempelajari materi yang berbeda dalam sasaran kompetensi yang sama ataupun berbeda.

Minat dan motivasi siswa (by interest) Memberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan minat dan motivasi belajar terlepas dari kompetensi yang sama atau berbeda. Hal ini diharap¬kan mampu me¬macu motivasi siswa untuk belajar lebih lanjut secara mandiri.

Kecepatan tahapan belajar (by piece): Memberikan peluang kepada siswa untuk belajar (bekerja) sesuai dengan kecepatan belajar yang dimili-kinya. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/atau isi materi pelajaran, serta kegiatan yang dilakukan siswa.

Tingkat kemampuan (by level):Memberikan peluang kepada setiap siswa untuk men¬ca-pai kompetensi secara maksimal sesuai dengan ting¬kat ke¬mam¬¬pu¬an yang dimiliki. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/ atau isi materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan siswa.

Reaksi yang diberikan siswa (by respond): Memberikan kesempatan atau peluang kepada siswa untuk menunjukkan respon melalui presentasi/penyajian hasil karyanya secara lisan, tenulis, benda kreasi, dan sebagainya.

Siklus cara berpikir (by circular sequence):Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengua¬sai materi melalui cara-cara berdasarkan perspektif yang mereka pilih. Struktur pengetahuan (by structure) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih (menyeleksi) materi berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya: dari yang mudah ke sulit, dari yang diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat ke jauh.

Waktu (by time):Memberikan perhatian kepada setiap individu siswa yang kemungkinannya memiliki perbedaan durasi untuk mencapai ketuntasan dalam belajar.

Pendekatan pembelajaran (by teaching style):Memberikan perlakuan yang berbeda kepada setiap indi¬vidu sesuai dengan keadaan siswa.

•Dilakukan untuk menunjung program pembelajarannya. Penggunaan komputer merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh.

•Mulai pembelajaran pada waktunya. Hindari menghabiskan terlalu banyak waktu menghadapi siswa terlambat atau problem siswa lain. Guru terkadang terlalu banyak menghabiskan waktu mengurusi siswa-siswa terlambat atau menampilkan perilaku salah-suai lainnya. Siswa-siswa semacam itu sebaiknya ditangani setelah waktu pembelajaran, atau dilimpahkan ke konselor sekolah.

•Hindari meng¬hentikan PBM sebelum waktunya. Jika skenario pembel¬ajaran disiapkan dengan baik, guru dapat mememperkirakan macam dan kuantitas kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Dengan demikian, sumber-sumber waktu yang disediakan un¬tuk setiap jam pembelajaran dapat digunakan secara efektif dan efisien.

•Hindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu selama proses pembelajaran. Kondisikan agar prosedur dan kegiatan rutin siswa di kelas dapat dilakukan dengan lancar dan cepat. Gunakan petunjuk tertulis, denah, atau gambar untuk membantu siswa memahami apa yang harus dilakukan, bagaimana dan di mana suatu tugas harus dilakukan. Tata peralatan dan bahan yang diperlukan sedemikian rupa di lokasi yang mudah dijangkau dan digunakan oleh semua siswa saat dibutuhkan. Penataan ruang kelas yang baik, sebagaimana diuraikan sebelumnya, dapat membantu memperlancar aktivitas pembelajaran di kelas.

•Tingkatkan time on-task setiap siswa untuk mengikuti setiap sesi pembelajartan. Time on-task siswa, yaitu curah waktu dimana siswa secara aktif terlibat secara mental pada proses belajar. Ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pelajaran dengan hal-hal yang menarik, bersifat melibatkan, dan sesuai dengan minat siswa.

•Pertahankan momentum belajar. Momentum belajar adalah momen, kesempatan, atau saat khusus tertentu di mana kelas sedang berada pada kondisi sangat kondusif dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Setiap siswa bergiat untuk saling belajar. Mempertahan momentum belajar selama proses pembelajaran merupakan salah satu kunci untuk menjaga tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Dalam kelas yang menjaga momentum dengan baik, siswa selalu memiliki sesuatu untuk dilakukan dan begitu pekerjaan dimulai tidak ada lagi gangguan yang merusak konsentrasi belajar.



C.Penciptaan Atmosfir Belajar

Lingkungan sistem pembelajaran meliputi berbagai hal yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas seperti: Kompetensi dan kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian rupa dalam proses pembelajaran.

Yang menjadi penekanan dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah penciptaan suasana pembelajaran yang (1) menyenangkan, (2) mengasyikkan, (3) mencerdaskan, dan (4) menguatkan.

1.Menyenangkan dan mengasyikkan

Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan aspek afektif pera¬saan. Guru harus bera¬ni meng¬ubah iklim dari suka ke bisa. Guru hendak¬nya da¬pat me¬ngundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembel¬ajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus de¬ngan baik oleh guru. Untuk keperluan itu guru-guru dilatih:

• bersikap ramah
• membiasakan diri selalu tersenyum
• ber¬komunikasi dengan santun dan patut
• adil terhadap semua siswa
• senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.

• menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa.


2.Mencerdaskan dan menguatkan

Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendi¬dikan normatif ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam kese¬harian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan ke-cakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:

•Memilih tema-tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab¬nya.

•Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, karena jika anak senang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar.

•Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses pembelajaran.

•Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah.

Beberapa praktik penciptaan atmosfir belajar yang baik (good practice) dikemukakan berikut ini.

•Sebelum memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah dan penuh senyuman guru menyapa beberapa orang siswa dan menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran diawali dengan nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut.

•Di awal pelajaran, guru membiasakan siswa untuk berdoa secara bersama agar Tuhan senantiasa memberikan kesehatan dan kemudahan dalam memahami pelajaran. Selanjutnya, guru juga tidak lupa memberikan pencerahan-pencerahan rohani kepada para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati dan menghargai, kejujuran dan tanggung jawab bagi setiap tugas yang diberikan.

•Selama proses pembelajaran berlangsung, guru senantiasa mengembangkan bentuk komunikasi yang efektif, agar siswa dapat bertanya atau mengemukakan pendapat dalam suasana yang menyenangkan dan merasa tidak tertekan, tidak takut atau merasa bersalah.


D.Penerapan Strategi Pembelajaran

Sebelum membahas tentang strategi pembelajaran, terlebih dahulu perlu dipahami tentang konsep belajar seperti berikut ini.

• Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat meng-komunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau kepada gurunya. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah melalui interaksi dengan ling-kungan sosialnya.

• Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok.

• Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempumakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau gurunya.

• Dalam proses pembelajaran siswa senantiasa perIu dido¬rong untuk mengkomuni-kasikan gagasan, hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-pihak lain. Dengan demikian pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk bekerjasama. Artinya, pembelajaran itu diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan tindakannya.

Dengan pemahaman seperti hal tersebut di atas, guru-guru menyadari bahwa strategi pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, karena strategi dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pem-belajaran. Selain itu, strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, dan penggunaan strategi pembelajaran secara baik dapat berdampak pada meningkatnya keterampilan mengajar guru dan rasa percaya dirinya.

Beberapa strategi pembelajaran yang dapat menciptakan budaya dan iklim sekolah dapat dikemangkan antara lain (1) pembelajaran berbasis masa¬lah, (2) pembelajaran inquiry, (3) pembelajaran berbasis proyek/tugas, (4) pembelajaran kooperatif, (5) pembelajaran partisipatory, dan (6) pembelajaran scaffolding.


1.Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

Untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah, maka seorang guru sebaiknya menggunakan masalah dunia nyata se¬bagai kon¬teks pembelajaran. Melalui dunia nyata yang terjadi di sekitar mereka, maka siswa dapat belajar mengembangkan cara berpikir kritis dan kete¬rampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esen¬sial dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya dimungkinkan terjadi bila siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Ka¬rena itu, guna merang¬sang kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa, mereka perlu di¬orientasikan pada situasi/dunia nyata dengan segala problemanya. Para siswa akan tertantang bagaimana belajar, dengan menggunakan fenomena di dunia nyata sekitarnya.

Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap sebagai berikut.

Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah.Þ

Guru menjelaskan tujuan pem¬belajaran dan logistik yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar.Þ

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan kelompok.Þ

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan meaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya

Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya.Þ

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka mambagi tugas dengan temannya.

Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.Þ

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.


2. Strategi Pembelajaran Inquiri

Pembelajaran inquiry mendorong siswa untuk mengalami, melakukan percobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan curiosity, minat, dan motivasi sis¬wa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di samping itu, melalui penerapan strategi inquiry & discovery, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah secara man¬diri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis dan mengutak-atik data dan informasi.

Secara operasional, pembelajaran inquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan berikut:

Þ Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inkuiri dan sajikan masalah.

Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing.Þ

Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya lain.Þ

Þ Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dsb.

Þ Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-suggestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh fenomena.

Þ Ciptakan lingkungan yang dapat menerima jawaban salah tapi masuk akal. Selalu minta siswa memberi alasan atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitan kemudian cermati dan beri balikan atas pemikiran yang diajukan siswa.


3.Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas

Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) ditandai dengan pengelolaan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa melakukan penyelidikan terhadap masalah otentik termasuk pen¬dalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau proyek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di sam-ping itu, penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek/tugas ini mendorong tumbuhnya kompetensi pengiring (nurturant) seperti kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, keper-cayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.

Implementasi pembelajaran berbasis proyek/tugas didasarkan kepada empat prinsip berikut ini.

Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantangÞ

Guna mempertahankan tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka tugas yang diberikan kepada siswa harus cukup ber¬makna dan memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Menganekaragamkan tugas-tugasÞ

Pilihan tugas yang beraneka ragam dapat menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Jika tugas belajar yang diberikan cukup bervariasi, siswa dapat lebih termotivasi dan lebih terlibat aktif dalam menger¬jakannya. Pilihan mengenai tugas belajar tidak terbatas dan tidak ada alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.

Menaruh perhatian pada tingkat kesulitanÞ

Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan satu bahan baku penting untuk menjamin keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Jika siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas yang diberikan harus memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan terlalu mudah. Tugas yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa me¬mandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.

Memonitor kemajuan siswaÞ

Salah satu tugas penting guru adalah memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka melalui pemeriksaan pekerjaan siswa dan pengembalian tugas dengan umpan balik? Guru harus selalu menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami dan mengerjakan dengan benar tugas yang diberikan. Apabila siswa bekerja berkelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru perlu menyiapkan waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada mereka dengan umpan balik, termasuk memberi reinforcement dalam bentuk reward bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan penyempurnaan bagi karya yang belum optimal.


4.Strategi Pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam ke¬lom¬pok kecil untuk saling membantu belajar satu sama lain. Strategi pem¬belajaran ini, me¬mungkinkan pengembangan sejumlah kompetensi nurtu¬rant pada diri siswa, seperti:

Mengembangkan keterampilan komunikasi, kerja sama, kepekaan sosial, tanggung jawab, tenggang rasa, dan penyesuaian sosial.Þ

Membangun persahabatan, rasa saling percaya, kebiasaan bekerjasama, dan sikap prososial.Þ

Memperluas perspektif wawasan, keyakinan terhadap gagasan sendiri, rasa harga diri, dan penerimaan diri.Þ

Memungkinkan sharing pengalaman dan saling membantu dalam memecahkan masalah pembelajaran.Þ

Mengoptimalkan penggunaan sumber belajar dan pencapaian hasil belajar.Þ

Secara operasional, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan melalui metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode Inves¬tigasi Kelompok (Group Investigation)

Pelaksanaan metode STAD ditempuh de¬ngan beberapa tahapan sebagai berikut:
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota.Þ
Setiap tim memiliki anggota heterogen (jenis kelamin, ras, etnik, kemampuan belajar).Þ
Tiap anggota menggunakan lembar kerja akademik.Þ
Tiap anggota saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi.Þ
Þ Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan eva¬luasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.
Setiap siswa dan setiap tim diberi skor atasÞ penguasaannya terhadap bahan ajar. Siswa atau tim yang meraih prestasi tertinggi atau mencapai standar tertentu diberi penghargaan.
Metode Invistigasi Kelompok dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
Seleksi topik, para siswa memilih berbagai sub-topik dalam satu wilayah ma¬salah umum terkait dengan tujuan pembelajaran.Þ
Þ Organisasi, para siswa dibagi ke dalam kelompok yang berorientasi pada tugas dan beranggotakan 2 - 6 orang dengan komposisi heterogen.
Þ Merencanakan kegiatan kerjasama, siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang sesuai dengan sub-topik yang telah dipilih.
Tahap implementasi. SiswaÞ melaksanakan rencana yang telah disusun. Dorong siswa menggunakan berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Analisis danÞ sintesis, siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh dan membuat ringkasan untuk disajikan di depan kelas.
Penyajian hasil akhir, setiap kelompok menyajikan hasil investigasi kelompoknya di depan kelas.Þ
Þ Evaluasi, guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup siswa secara individu atau secara berkelom¬pok, atau keduanya.



5. Strategi Pembelajaran Partisipatori

Pembelajaran partisipatori menekankan pelibatan siswa untuk berpartisipasi dan ikut menentukan berbagai aktivitas pembelajaran. Setiap siswa adalah subjek yang kepentingannya perlu diperhatikan dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam perencanaan dan penentuan berbagai pilihan tindakan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan komitmen siswa untuk menekuni setiap tugas pembelajaran. Di samping itu, strategi ini dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya jiwa demokratis serta kemampuan mengemukakan dan menerima pendapat di kalangan siswa.

Pelaksanaan pembelajaran partisipatori dapat ditempuh melalui strategi sebagai berikut:

Þ Libatkan siswa dalam membuat perencanaan dan pilihan tindakan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam memutuskan mengenai strategi umum yang perlu ditempuh, sumber pembelajaran, cara-cara menyelesaikan tugas, bentuk dan tugas kelom¬pok, dsb.

Þ Gunakan berbagai teknik, seperti brainstorming, metaplan, diskusi kelompok fokus untuk mendorong semua siswa mengemukakan gagasan masing-masing.
Evaluasi setiap alternatif berdasarkan kelayakanÞ (kemampuan, sumberdaya, waktu, fasilitas), kemudian sepakati pilihan yang dapat diterima semua pihak. Dimungkinkan setiap individu atau kelompok memilih caranya masing-masing untuk mencapai tujuan sepanjang berkontribusi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Dorong siswaÞ melaksanakan alternatif tindakan secara konsisten, namun tetap memberi peluang dilakukannya refleksi, revisi, dan perubahan rencana tindakan.

6. Strategi Pembelajaran Scaffolding

Pembelajaran scaffolding merupakan praktik assisted learning, yakni teknik pemberian dukungan belajar yang pada tahap awal diberikan secara lebih terstruktur, kemudian secara berjenjang sebagai peranan guru dalam mendukung perkembangan siswa dan menyediakan struktur dukungan untuk mencapai tahap atau level berikutnya. Ketika pengetahuan dan kompetensi belajar siswa meningkat, guru secara berangsur-angsur mengurangi pemberian dukungan. Sesungguhnya, strategi pembelajaran scaffolding mendorong siswa menjadi pelajar yang mandiri dan mengatur diri sendiri (self- re¬gulating). Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa memperoleh kemajuan sampai mereka mampu mencapai kemandirian.

Beberapa keuntungan pembelajaran Scaffolding adalah:
Memotivasi dan mangaitkan minat siswa dengan tugas belajar.Þ
Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak.Þ
Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan.Þ
Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan.Þ
Mengurangi frustasi dan resiko.Þ
Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.Þ

Teknik pembelajaran scaffolding dapat dilakukan dengan format: (1) pemberian model perilaku yang diharapkan, (2) pemberian penjelasan, (3) mengundang siswa berpartisipasi, (4) menjelaskan dan mengklarifikasi pema¬haman siswa, dan (5) mengundang siswa untuk mengemukakan pendapat.

Secara operasional, strategi pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut.
Asesmen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa untuk me¬nen¬tukan Zone of Proximal Development (ZPD).Þ
Þ Jabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci se¬hingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan di-scaffold.
Þ Sajikan tugas belajar secara berjenjang sesuatu taraf perkembangan sis¬wa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan, dan pembe¬rian contoh (modeling).
Dorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.Þ
Þ Berikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tandamata (reminders), dorongan, contoh, atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dan pengarahan diri.

Dalam mengimplementasikan strategi-strategi pembelajaran yang disarankan, guru harus selalu mengingat bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya senantiasa diarahkan untuk pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional bermuara pada kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan dampak pengiring bermuara pada kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk keperluan itu, diharapkan guru dapat memilih dan me¬rancang serta mengembangkan media pembelajaran agar dapat memudahkan pencapaian IQ, EQ, dan SQ tersebut.

Beberapa praktik penerapan strategi pembelajaran yang baik (good practice) yang telah dilaksanakan di sekolah dikemukakan berikut ini.

•Dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran, pada umumnya guru bidang studi melibatkan siswa, serta menyesuaikan dengan tingkat kesulitan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum. Di samping itu, dalam menentukan strategi pembelajaran, guru juga mencermati tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, jumlah siswa yang terlibat di dalam pro¬ses pem¬bel¬ajar¬an, serta lama waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

•Pada umumnya guru bidang studi menyadari sepenuhnya bahwa strategi pembelajaran yang dipilih ada¬lah strategi yang dapat membuat siswanya mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi siswa seluas-luasnya.

•Sejumlah guru telah berhasil menggunakan berbagai variasi strategi pembelajaran dalam pencapaian kompetensi dasar tertentu yang terdapat di dalam kurikulum. Misalnya dalam pembelajaran bidang studi IPA, IPS, kesenian, atau olah raga memadukan strategi kooperatif dengan berbasis masalah dan strategi inquiry.

•Dengan memadukan strategi partisipatorik-penugasan, siswa mampu berkreasi seni suara dengan baik serta menanggapi beragam karya musik sesuai sifat dan karakteristik setiap jenis musik.

•Semua strategi yang dipilih dan diterapkan oleh guru, senantiasa diawali dengan pembacaan doa sebelum dan sesudah berolahraga.

•Meskipun belum semua guru SMA unggulan telah menerapkan strategi pembelajaran seperti yang diharapkan, namun sejumlah guru telah berhasil menerapkan berbagai strategi pembelajaran di sekolah masing-masing. Mereka mengakui bahwa selama ini, strategi pembelajaran yang diberikan hanya sebatas pada ceramah, diskusi, dan pemberian tugas.


E.Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar

Untuk mendukung pembelajaran dengan baik, maka guru perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Pengetahuan dan pengalaman tersebut akan membantu guru dalam menentukan media yang sesu-ai dengan kebutuhan pembelajaran.

Media dan sumber belajar yang disediakan guru hendaknya dapat mendorong dan membantu siswa untuk melibatkan mental secara aktif melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipote¬sis, mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya.

Untuk keperluan itu, materi penggunaan media dan sumber belajar yang diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi:

•Pengenalan berbagai jenis media pembelajaran dan fungsinya masing-masing dalam pembelajaran.

•Latihan mencari berbagai sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

1.Sumber Situasi Nyata (Sumber Berbasis Lingkungan)

Situasi kehidupan nyata dan lingkungan sekitar yang ada di sekitar siswa merupakan sumber belajar yang sangat penting dan dapat memberi informasi dan pengalaman belajar yang tidak terbatas bagi siswa. Ada banyak informasi, fakta, dan pengetahuan yang dapat digali situasi nyata dan lingkungan sekitar guna mendukung rekonstruksi dan mempekaya pemahan dan pengalaman belajar siswa.


2.Sumber Menggunakan Situasi Buatan

Guru tidak selalu mampu menyediakan situasi nyata. Kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat yang menyajikan situasi nyata untuk belajar seringkali tidak tersedia atau sulit dilakukan. Dalam keadaan seperti ini, guru tetap dapat menghadirkan situasi kehidupan dan fenomena lingkungan dengan membuat situasi buatan. Situasi dan aktivitas kelas ditata sedemikian rupa menyerupai apa yang terjadi dalam lingkungan nyata. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa tentang berbagai ihwal kehidupan pasar, misalnya, dapat dilakukan guru dengan menyediakan kegiatan simulasi, yakni membuat situasi buatan. Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti pasar, sebagian siswa berperan sebagai pembeli dan sebagian lainnya sebagai penjual.

Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.


3.Penggunaan Media Audio-Visual

Sumber belajar dapat pula dihadirkan melalui berbagai media, seperti media audio-visual. Cara ini menya¬jikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam sajian tayangan hidup (film, video). Tentu saja, cara ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau sajian tayangan mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi siswa. Guru dapat mencari dan menyeleksi film atau video yang berisi ceritera atau laporan dokumenter yang sesuai atau ada kaitan dengan pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran yang diasuh. Film atau video seperti itu kemudian ditayangkan di kelas atau temta khusus tertetu diikuti dengan diskusi bersama siswa sekaitan dengan tema dan spot-spot ceritera serta kaitannya dengan pokok bahasan mata pelajaran.


4.Penggunaan Media Visualisasi Verbal

Sumber belajar yang paling umum digunakan dalam mendukung pemahaman mengenai pokok bahasan adalah melalui media visu¬alisasi-verbal. Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/kerja, cart, grafik, tabel. Pada beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan ilustrasi/gambar tersebut.


5.Penggunaan Media Audio Verbal

Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk ceramah. Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan guru. Kekurangan atau kelemahan cara ini adalah sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau terpaksa perIu berceramah cukup antara 20 - 25 menit saja dan diselingi dengan kegiatan yang mendorong penggunaan indera “Lihat, Raba, Penciuman, Rasa”. Materi yang diceramahkan pun perlu bersifat kontekstual dengan pengalaman sebagian besar siswa.


6.Media Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) berfungsi sebagai bahan dan alat pembelajaran. Sebagai bahan, TIK menjadi sebuah mata pelajaran yang diperkenalkan mulai pada jenjang sekolah dasar sampai pada sekolah menengah atas. Sebagai alat pembelajaran, guru dianjurkan untuk memanfaatkan fasilitas TIK untuk memfasilitasi pembelajaran di kelas. Beberapa jenis yang potensial dan sering digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, misalnya radio, televisi, dan komputer.

Media komputer memiliki banyak kelebihan dibandingkan media lainnya. Di samping memudahkan dan memperlancar pekerjaan, seperti mengetik, menganalisis, atau mendokumentasi data dan informasi, media komputer juga dapat berfungsi sebagai perangkat untuk jaringan komunikasi, seperti melalui internet, intranet, email, dan sebagainya. Oleh karena itu, akhir-akhir ini komputer telah banyak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, yang biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis komputer (PBK). PBK meliputi berbagai kegiatan belajar dan aplikasi dengan menggunakan komputer. Dalam kegiatan pembelajaran, komputer dapat berfungsi sebagai tutor, alat (tool), atau stumulator.

Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
•Siswa belajar sesuai kemampuan dan kecepatan masing-masing.
•Siswa belajar menurut masalah yang dihadapinya.
•Siswa menerima balikan segera (instant feedback).
•Siswa merasa lebih bebas tanpa merasa diamati oleh orang lain.
•Format pembelajaran dapat mencakup semua indera dan aktivitas belajar, yaitu visual, audio, oral, dan gerak (kinestetik).
•Peluang untuk mengyulang materi terbuka luas dan lebih banyak.

•Penjadwalan bisa lebih fleksibel apabila laboratorium komputer diperlakukan sebagai sumber yang dapat diakses sendiri oleh setiap siswa (self-acces learning resources).

•Menawarkan materi dan kegiatan yang otentik dan interaktif.

Dari hasil pendampingan dan refleksi terhadap kemampuan guru menggunakan media dan sumber belajar di dalam proses pembelajaran, ditemukan sejumlah keberhasilan di samping sejumlah kendala sebagaimana yang dipaparkan berikut ini.


F.Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar sebaiknya ditekankan pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, bukan untuk mengukur pada hasil semata. Bentuk penilaian yang dianjurkan dalam pembelajaran efektif adalah penilaian sebenarnya (authentic assessment). Yang paling ditekankan adalah bagaimana guru senantiasa menyadari sejak awal bahwa tujuan akhir dari penilaian pembelajaran adalah agar untuk mengukur dan menilai keberhasilan pencapaian tiga jenis kecerdasan secara seimbang, yakni kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.

Beberapa prinsip penilaian dalam pembelajaran efektif yang perlu diketahui oleh guru dalam menyusun dan melaksanakan penilaian sebagai berikut berikut.

•Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu proses, kinerja, dan produk.
•Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembel¬ajaran berlangsung.
•Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.

•Menstimulasi muncul dan digunakannya cara berpikir divergen (berpikir lateral, horisontal, sebagai lawan cara berpikir konvergen dan vertikal) oleh siswa. Soal-soal atau tugas memancing munculnya cara jawab atau cara penyelesaian yang bervariasi, bukan hanya satu jawaban kunci.

•Tugas-tugas yang diberikan dan dijadikan bahan evaluasi siswa haruslah mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari. Mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.
•Penilaian harus menekankan pada kedalaman pengetahuan (kualitas) dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).
Untuk menjalankan prinsip-prinsip penilaian, guru harus mempertim¬bangkan beberapa hal penting antara lain; (1) penilaian proses dan hasil, (2) pe¬ni¬laian berkala dan berkesinambungan, (3) penilaian yang jujur dan adil, dan (4) memberikan penilaian secara seimbang terhadap kecerdasan IQ, EQ, dan SQ.
Komponen proses dan hasil belajar yang penting dinilai antara lain:
•Hasil ulangan harian dan ulangan umum. Biasanya dicatat dalam buku rapor siswa.
•Tugas-tugas terstruktur biasanya dikumpulkan oleh guru dan disimpan dalam map atau loker khusus.
•Catatan perilaku harian para siswa, biasanya tersimpan pada buku khusus (catatan anekdot).
•Laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar, biasanya dikumpulkan oleh guru dan didokumentasikan.

Penilaian secara umum bertujuan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa dan menetapkan tingkat penguasaan kompetensi suatu keahlian tertentu sesuai dengan indikator yang dipersyaratkan standar kompetensi. Berdasarkan hasil penilaian itu diberikan penghargaan kepada peserta didik dalam bentuk rapor, ijazah, paspor keterampilan, atau sertifikat kompetensi. Bentuk penilaian meliputi jenis tagihan seperti kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, kerja praktik/unjuk kerja, pekerjaan rumah, atau bentuk tagihan pilihan ganda, uraian singkat, laporan untuk kerja, portofolio, serta tagihan dalam bentuk soal yang akan diberikan pada peserta didik.


G.Bahan Diskusi/Tugas

Diskusikan dengan kelompok Anda mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam pengelolaan kelas dalam menciptakan budaya dan iklim yang inovatif dan kondusif. Kemukakan berbagai alternatif untuk mengatasi masalah tersebut beserta pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung dalam mengatasi masalah tersebut. Pihak yang bertanggung jawab dapat dipilih di antara guru, kepala sekolah, siswa, komite sekolah, orangtua, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar